KEMBALI DARI AS, BUPATI MADIUN BERBAGI PENGALAMAN

 

Bupati Madiun H. Ahmad Dawami dihadapan para pimpinan OPD, berbagi pengalaman selama dirinya ikut dalam International Visitor Leadership Program (IVLP) di Amerika Serikat. Bupati Madiun berulang mengucap syukur telah menjadi orang Indonesia.

Menurut Bupati, meski AS itu negara maju, namun disparitasnya luar biasa. Waktu berkunjung ke Minot, penduduk asli Amerika (suku Indian) masih banyak dan pembangunannya paling tertinggal dibanding kota lain. Namun mereka sangat menjaga sukunya, perbedaan justru ditonjolkan untuk identitas, namun kecintaannya kepada AS tetap nomor satu. Ketika Bupati bertanya kepada penduduk pribumi, mereka menjelaskan para pendahulu AS menanamkan jiwa nasinalisme sangat tinggi tanpa sosialisasi.

Karena menurut Bupati, di Negeri Paman Sam itu seluruh bangunan sudah menunjukkan sosialisasi tentang sejarah dan nasionalisme. Contoh, gedung putih tempat berkantor Presiden dibangun patungnya Thomas Jafferson yang menghadap gedung putih, yang mengandung pesan bahwa siapapun Presiden Amerika merasa diawasi pendahulunya, sehingga mereka menghargai sejarah itu kuat sekali, dan hampir semua orang Amerika bisa cerita sejarah negaranya.

Bupati juga bercerita sejarah Presiden Abraham Lincoln. Pada pemerintahan Presiden ke-16 AS itu ada perang saudara, dan Abraham Lincoln bisa menyelesaikan meski akhirnya harus gugur, dan untuk mengenangnya maka dibangun pantung sang Presiden dalam posisi duduk. Menurut Bupati, setelah orang AS melihat patung itu maka mereka bisa menterjemahkan bahwa orang AS tidak boleh lagi bermusuhan, sesama mereka harus rukun tidak boleh lagi ada perang.

“Jadi tidak ada sosialisasi, cukup melihat patung itu maka seluruh orang AS sudah bisa membaca makna yang tersirat di patung itu. Bahkan bekas berdirinya Presiden Abraham Lincoln berpidato masih dirawat dengan baik. Yang satu ini kita masih agak ketinggalan. Umpama disini (Madiun) dibangun tugu kampung pesilat dalam bentuk patung saya (Bupati) dengan pak Wabup, pasti banyak orang menilai itu politik. Tapi kalau di AS tidak, patung itu pesan untuk anak cucu,” tandas Bupati tanpa bermaksud mengagung-agungkan Pemerintah AS.

Begitupun untuk mengugah kesadaran masyarakat terhadap sebuah bencana, kata Bupati, Pemerintah AS cukup membangun semacam tugu yang diberi tanda bekas ketinggian banjir berikut nama-nama korbannya. Hal ini untuk mengingatkan musibah banjir itu, sekaligus memberi pendidikan akan bahaya banjir. “Jadi tidak diberi sosialisasi langsung cukup dibangun tugu, ternyata malah efektif untuk menjelaskan ke anak-anak tanpa memakan biaya banyak,” papar Bupati.
Mengenai pengelolaan sampah, kata Bupati Madiun, metodenya hampir mirip. Bedanya, lahan yang dipakai di AS jauh lebih luas. Mengenai PAD (Pendapatan Asli Daerah) di AS semua bersumber dari pajak, dan pengelolaanya hampir seluruhnya diserahkan ke swasta dengan nilai pajak yang luar biasa dengan sifatnya yang dinamis.

“Jadi kita ini memang genetiknya berbeda, makanya sampai Amerika-pun makanannya berbeda. Dan saya untuk adaptasi makanan cukup sulit. Bahkan telur yang dicampur dagingpun, saya harus bertanya dulu sebelum saya makan. Terimakasih atas doa semua masyarakat Madiun, saya berangkat sehat dan pulangpun sehat. Dan apa yang saya dapat di AS akan kita konversi dulu disesuaikan dengan program di Madiun sini,” demikian Bupati membagikan pengalamannya yang diperoleh saat berkunjung ke Amerika. (don – nang /foto:don)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8 − 7 =