Apabila dikelola dengan baik, limbah tempe dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak maupun pupuk untuk lahan pertanian. Namun jika di buang ke sungai, limbah tersebut mengakibatkan pencemaran air sungai hingga menimbulkan aroma tidak sedap. Hal ini di sampaikan Camat Wonoasri Heri Kurniawan. Dirinya menjelaskan bahwa ada aduan warga melalui SP4N LAPOR terkait pembuangan limbah pengrajin tempe yang berada di RT 8 RW 3 Desa Buduran Kecamatan Wonoasri. “Pembuangan limbah ini menimbulkan aroma tidak sedap,” jelasnya. Menindaklanjuti laporan tersebut pihak Kecamatan Wonoasri telah berkoordinasi dengan Pemerintah Desa setempat sekaligus cek lokasi untuk melakukan mediasi antara pengrajin tempe dan masyarakat sekitar. Mediasi berjalan lancar hingga permasalahan dianggap selesai.
Camat Wonoasri menekankan kepada Pemerintah Desa demi lingkungan yang bersih dan sehat, maka tidak diperbolehkan membuang limbah ke saluran irigasi atau sungai. Pengrajin tempe disarankan membuat septic tank dan resapan untuk limbah.”Kami akan monitor kembali bersama dengan pemerintah Desa dan masyarakat untuk memantau, bagaimana pengrajin tetap berjalan dengan memerhatikan dampak-dampak yang timbul di masyarakat sekitar,”pungkasnya. Selain itu akan di rumuskan bersama dengan Dinas terkait untuk mensosialisasikan pengelolaan limbah dengan baik.
Sementara itu pengrajin tempe Buduran, Samidin, mengatakan telah membuat tempe sejak sepuluh tahun yang lalu. Dalam sehari memanfaatkan dua puluh hingga enam puluh kilogram kedelai. Ia mengaku hingga saat ini limbah utama tempe diambil oleh para peternak sapi dan kambing untuk dijadikan pakan, kemudian limbah cair sudah dialirkan ke septic tank miliknya. Adapun pipa yang mengalir ke sungai adalah air dari rumah tangga yakni bekas cucian baju dan bekas mandi, sehingga tidak menimbulkan bau. Samidin menambahkan untuk mengantisipasi bau tidak sedap, ia mencampurkan gamping dan Tawas pada limbah cair.